Latest Posts

Sabtu, 01 Agustus 2015

Tantangan Membangun Keluarga Sakinah

Tantangan paling berat membangun keluarga sakinah di tengah masyarakat modern adalah dalam menghadapi penyakit manusia modern. Pada zaman Nabi, tantangan lebih bersifat fisik, tetapi pada zaman modern, musuh justeru menyelusuf ke rumah tangga melalui teknologi komunikasi & informasi. Anak-anak sejak kecil tanpa disadari sudah dijejali dengan pemandangan dan pengalaman yang merusak melalui teknologi komunikasi & informasi, sehingga pendidikan keluarga menjadi tidak efektif. Menurut sebuah penelitian yang dikutip oleh DR. Zakiah Daradjat, perilaku manusia itu 83 % dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11 % oleh apa yang didengar dan 6 % sisanya oleh berbagai stimulus campuran. Dalam perspektif ini maka nasehat orang tua hanya memiliki tingkat efektifitas 11 %, dan hanya contoh teladan orang tua saja yang memiliki tingkat efektifitas tinggi.
Ada tiga lingkaran lingkungan yang membentuk karakter manusia, keluarga, sekolah dan masyarakat. Meski ketiganya saling mempengaruhi, tetapi pendidikan keluarga paling dominan pengaruhnya. Jika suatu rumah tangga berhasil membangun keluarga sakinah, maka peran sekolah dan masyarakat menjadi pelengkap. Jika tidak maka sekolah kurang efektif, dan lingkungan sosial akan sangat dominan dalam mewarnai keluarga. Pada masyarakat modern, pengaruh lingkungan sangat kuat, karena ia bukan saja berada di luar rumah, tetapi menyelusup ke dalam setiap rumah tangga, sehingga menimbulkan penyakit tersendiri, yakni penyakit manusia modern.
Penyakit manusia modern terutama adalah apa yang disebut Pisikolog Humanis Rolllo May sebagai Manusia dalam Keangkeng. Mereka tidak tahu apa yang diinginkan dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Mereka mengalami keterasingan dari lingkungan bahkan dari diri sendiri. Mereka juga dikerangkeng oleh tuntutan sosial. Dalam hidupnya mereka berusaha keras melakukan apa yang seakan-akan mereka inginkan, padahal sebenarnya keinginan sosial. Mereka sibuk meladeni keinginan orang lain sampai lupa akan keinginan sendiri. Rumah, pakaian, kosmetik, kendaraan, model rambut dan gaya hidup lainnya disesuaikan dengan pesanan sosial. Karena sulit akhirnya dalam pergaulannya mereka harus menggunakan berbagai topeng sosial, topeng tertawa, topeng tangisan, topeng serius, topeng perjuangan dan seterusnya, dan saking seringnya memakai topeng sosial sampai lupa wajah sendiri.
Ternyata resep membangun keluarga sakinah tidak berubah. menurut al Qur’an diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut adalah. Pertama, Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan nggemesi, sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah. Kedua, Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.
Ketiga, Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya. Keempat, Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi.vKelima, Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.
Dalam zaman apapun, jika petunjuk Rasul tersebut diatas diikuti, maka pada keluarga itu akan terbangun benteng yang kokoh terhadap penyakit kerangkeng sosial itu dan menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Ada beberapa tingkatan kualitas keluarga. Pertama kualitas mutiara. Mutiara tetaplah mutiara meski terendam puluhan tahun di dalam lumpur. Keluarga yang berkualitas mutiara, meski hidup di zaman yang rusak atau tinggal di lingkungan sosial yang rusak, ia tetap terpelihara sebagai keluarga yang indah dengan pribadi-pribadi yang kuat. Keluarga ini memiliki mekanisme dan sistem dalam pergaulan sosial yang menjamin keutuhan kualitasnya meski di tengah masyarakat yang tak berkualitas.
Kedua, kualitas kayu. Kursi kayu akan tetap kuat dan indah jika berada dalam ruang yang terlindung, tetapi jika terkena panas dan hujan, lama kelamaan akan rusak. Model keluarga seperti ini sepertinya terpengaruh oleh lingkungan negatif masyarakatnya, tetapi sebenarnya yang terpengaruh hanya lahirnya saja, mungkin hanya mode pakaiannya, hanya kemasan lahirnya, sedangkan etosnya, semangatnya, komitmennya, keteguhannya tidak terlalu terusik oleh situasi sosial. Kerusakan lahir keluarga ini dapat segera diperbaiki dengan sedikit shock therapy, dengan sedikit pendisiplinan kembali, seperti kursi yang rusak karena kehujanan bisa diperbaiki dengan dipoliytur kembali.
Sementara itu, yang ketiga kualitas kertas, apalagi sekelas kertas tissue, ia segera akan hancur jika terendam air. Model keluarga seperti ini sangat rapuh terhadap dinamika sosial. Mereka mudah mengikuti trend zaman dengan segala macam assesorisnya sehingga identitas asli keluarga itu hampir tidak lagi nampak. Segala macam trend masyarakat diikuti dengan semangat, tanpa mempertimbangkan esensinya. Di butuhkan laminating sosial untuk melindungi keluarga seperti ini dari pengaruh buruk masyarakatnya. Laminating sosial bisa berbentuk pakaian, yaitu mengenakan pakaian yang dikenali sebagai pakaian orang baik-baik, misalnya busana muslimah, bisa juga menjadi anggota dari club atau kumpulan orang-orang yang dikenali sebagai kumpulan orang-orang baik, misalnya menjadi anggota majlis pengajian atau orhganisasi yang dikenal melakukan aktifitas keagamaan berstruktur, atau tinggal di dalam lingkungan yang ketat sistem pemeliharaan identitasnya.
keyword: materi pengajian ibu-ibu, materi pengajian untuk ibu-ibu, keluarga sakinah ppt, materi ceramah untuk ibu-ibu, materi pengajian singkat, materi ceramah pengajian ibu-ibu, materi pengajian ibu ibu, penyakit keluarga sakinah mawaddah warahmah, teks ceramah pengajian ibu-ibu, makalah islam dalam tantangan zaman, kumpulan materi pengajian ibu-ibu, Tantangan dalam membangun sebuah keluarga, materi ceramah tentang ibu, contoh ceramah pengajian ibu-ibu, contoh kultum pengajian ibu2, contoh ceramah pengajian ibu ibu, membangun sistem keluarga muslim, Materi untuk di perwiritan ibu ibu, Materi tauziah ibu2, ceramah tentang membangun sistem keluarga muslim, materi ceramah ibu ibu, Kulibas untuk di perwiritan ibu ibu, contoh materi kultum untuk pengajian ibu ibu, ceramah untuk ibu-ibu pengajian, teks kultum untuk pengajian ibu ibi

3 Bekal Keluarga Sakinah, Apa Sajakah?

  
Keluarga sakinah/ilustrasi
Keluarga sakinah/ilustrasi
 
REPUBLIKA.CO.ID, Keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan hal itu. Hanya saja, banyak pasangan pesimistis, apakah mampu mewujudkan keluarga ideal seperti itu? Dalam pandangan konsultan keluarga H Ade Purnama Hadi SAg, mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah bukanlah sesuatu yang instan. Ia tidak terjadi begitu saja, namun melalui sebuah proses. Dan untuk menjalani proses ini perlu bekal, baik dari suami maupun istri.
Setidaknya, ada tiga bekal (persiapan) yang dapat dijadikan landasan untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Pertama, persiapan secara spiritual (ruhiyah). Kedua, ilmu untuk mencapai keluarga sakinah yang bisa diperoleh dari buku-buku bacaan atau konsultasi. Ketiga, persiapan fisik (jasad). Bagi Muslimah, persiapan ini mulai dari yang terlihat sampai yang tidak tampak. ''Tiga persiapan ini tidak hanya ditujukan kepada mereka yang akan melangsungkan pernikahan, tapi juga bagi keluarga yang sudah menikah,'' ujar Ade.
Seperti apa sebenarnya keluarga sakinah itu? Keluarga yang berkecukupan secara materi dan selalu rukun, apakah itu yang disebut sakinah? ''Keluarga sakinah, bukan berarti di keluarga itu selalu adem-ayem, tidak pernah ada masalah,'' kata Ade. Setiap keluarga pasti punya masalah. ''Dan itu wajar, seperti cemburu, perbedaan karakter, watak atau yang berkaitan dengan ekonomi.''
Hanya saja, dalam sebuah keluarga yang sakinah, setiap masalah dapat diatasi dan diselesaikan sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadits Nabi. Alhasil, masalah itu tidak sampai meruncing atau melebar ke mana-mana. Mengutip pesan Rasulullah, pernikahan merupakan penyatuan dua insan -- pria dan wanita -- yang memiliki watak atau karakter berbeda. Watak atau karakter tentulah ada yang baik, ada pula yang buruk.
Nah, jika yang selalu dilihat oleh pasangan kita hanya keburukan-keburukan saja, pasti akan muncul masalah. ''Oleh karena itu, Rasul mengingatkan agar setiap pasangan selalu melihat kelebihan dari pasangannya agar masing-masing memperoleh manfaat,'' saran pria yang dikenal juga sebagai ustadz ini. Direktur Pengembangan dan Riset pada Institute for Islamic Studies and Development (IISD) ini mengingatkan pula bahwa suami istri memiliki hak dan kewajiban yang harus saling dihargai. Jika istri atau suami lalai menjalankan kewajiban dan sulit diatur, sedangkan pasangannya pun tidak mampu menasihati, mintalah bantuan kepada pihak ketiga seperti konsultan keluarga, atau guru mengaji suami/istri.
Suami atau istri suka marah-marah? Hal ini pun harus segera diatasi. ''Kalau suasana sudah aman, sampaikan bahwa keluarga kita ini mempunyai visi dan misi. Bagaimana mau membentuk keluarga sakinah kalau marah-marah terus seperti itu.'' Di masa Khalifah Umar bin Khatab, ada seorang suami hendak mengadu kepada Umar karena istrinya mengomel terus. Ketika tiba di rumah Umar, pria itu mengetahui bahwa istri Umar juga sedang mengomel, sehingga dia tidak jadi menyampaikan masalahnya kepada Khalifah. Tapi kemudian, Umar memanggil pria tersebut dan mengatakan bahwa istri mengomel itu biasanya hanya sesaat. Penyebabnya, dia jenuh dengan rutinitas pekerjaan sehari-hari.
Berdasar riwayat ini, Ade mengingatkan para suami agar tidak segan mengajak sang istri refreshing menghilangkan kejenuhan. Tak perlu ke tempat yang jauh atau mahal, yang penting istri senang dan rileks. Kalau istri aktif di kelompok pengajian misalnya, alangkah indahnya jika suami mengantar istri ke tempat pengajian. Tak harus setiap hari. ''Minimal seminggu sekali, istri tentu akan senang.''
sumber

5 Pilar Keluarga Sakinah

 
Masyarakat adalah cerminan kondisi keleuarga, jika keluarga sehat berarti masyarakatnya juga sehat. Jika keluarga bahagia berarti masyarakatnya juga bahagia. Ada 5 pilar untuk membentuk keluarga sakinah diantaranya sebagai berikut.

1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan "nggemesi", sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.

2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu
(a) menutup aurat,
(b) melindungi diri dari panas dingin, dan
(c) perhiasan.
Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah "nglombrot" menyebalkan.

3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya.

4. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst);
(a) memiliki kecenderungan kepada agama,
(b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda,
(c) sederhana dalam belanja,
(d) santun dalam bergaul dan
(e) selalu introspeksi.

5. Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar'i), yakni
(a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah),
(b) anak-anak
yang berbakti,
(c) lingkungan sosial yang sehat , dan
(d) dekat rizkinya.

Senin, 06 Juli 2015

Minggu, 05 Juli 2015

Pegawai Ditjen PHU Optimis Pelaksanaan Haji Tahun Ini Lancar

Jakarta (Sinhat)--Ratusan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Peyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama sore ini (03/07) mengikuti kegiatan pembinaan profesi. Sekteraris Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, Khasan Faozi berharap, seluruh pegawai dapat membangun imej penyelenggaraan haji dan umrah dengan ikhlas dan kerja keras.
“Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka  meningkatkan kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Sekitar lebih dari 100 pegawai hadir mengikuti acara ini. Peserta mendapat pembekalan materi pembinaan profesi dari Pak Dirjen PHU, Abdul Djamil,” ujarnya.
Mudah-mudahan, kata Khasan Faozi, dari pelaksanaan pembekalan ini bermanfaat untuk seluruh pegawai. “Apalagi ini malam 17 Ramadhan. Yang sangat dinanti seluruh umat Islam. Dimana doa dan keinginan akan dikabulkan Allah Swt. Saya berharap dengan keberkahan Ramadhan ini pelaksanaan haji tahun ini mendapat ridho dari Allah Swt dan segala persoalan yang dihadapi petugas dan jamaah dapat diatasi dengan baik melalui petunjuk dan pertolongan yang datang langsung dari Allah Swt. Amin..ya robbal alamin,” tutupnya. (Rio/ar)sumber

Kamis, 02 Juli 2015

Citra KUA 'Ndeso' Harus Ditanggalkan


Jakarta, bimasislam— Sebagai etalase Kementerian Agama di tingkat kecamatan, Kantor Urusan Agama (KUA) harus  tampil modern dan mengikuti perkembangan zaman. Di sejumlah KUA, pelayanan pendaftaran nikah tampil lebih baik dengan meniru model teller ala perbankan. Tetapi tak sedikit pula KUA yang masih nampak tertinggal dalam pelayanan kepada masyarakat. Padahal citra KUA di mata masyarakat secara lansung berimbas pada citra Kementerian Agama secara keseluruhan.   Terkait hal tersebut,Kasubdit Pemberdayaan KUA, Ditjen Bimas Islam, Adib Mahrus mengatakan variable terbesar image building bersumber dari hal-hal yang ada di KUA, inilah variable penting untuk membangun Image Building. Pria kelahiran 12 Oktober 1965 itu mengatakan, bahwa KUA harus menerapkan  paradigma baru dalam pelayanan.   “Potret sebagian KUA kita itu masih ndeso atau pedesaan. Jadi secara acak orang akan menilai KUA itu ya tertinggal, caranya primordial, cara membangun komunikasinya sangat primordial.” Tutur Adib dalam kegiatan Peningkatan Image Building Bimas Islam Berbasis Media di Jakarta, Kamis (25/06).   Soal citra KUA di mata masyarakat, alumni pondok pesantren Tebuireng ini mengatakan kuncinya ada pada pelayanan publik. “Nilainya sangat mudah yaitu dengan bertanya kepada masyarakat, bagaimana respon masyarakat terhadap layanan nikah, zakatnya, wakafnya, nikahnya dsb, itulah nilai dari KUA itu.” Terangnya.   Dikatakan Adib, pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan kinerja dan citra KUA di mata masyarakat, salah satunya dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kemajuan zaman. “Yang menjadi target point kita pada tahun 2016 adalah menerapkan layanan pendaftaran nikah online nasional, itu sudah menjadi progam kita bersama,” katanya. Adib berharap, KUA di Jakarta sebagai ibu kota negara tampil terdepan dalam menerapkan layanan daftar Nikahonline. (ska/bimasislam) -sumber